Tuesday, September 25, 2012

Teknik Mengendarai Motor Secara Perlahan (Bag. 1)

Written by Webmaster  
Tuesday, 07 February 2006
Sumber : http://www.miles-bikers.or.id/modules.php?name=News&file=article&sid=11

Lebih Penting Daripada Teknik Ngebut  

Tulisan ini bukan dimaksudkan untuk menggurui lho, saya cuma ingin berbagi pengalaman saja. Siapa tahu, dan harapan saya, pengalaman saya ini bisa berguna untuk rekan-rekan pengendara motor yang lain.  

Sewaktu masih baru pakai motor, saya beranggapan yang namanya skill atau keahlian mengendarai motor hanya perlu untuk kecepatan tinggi. Waktu itu buat saya yang penting adalah bagaimana ngerem dengan benar tanpa “ngunci” ban belakang, bagaimana cara belok dengan benar (nikung) dan bagaimana “swerve” atau menghindar dari kendaraan di depan (atau istilah jaman dulu “ngutik”). Jadi fokus saya waktu itu melatih teknik geber gas dan rem, teknik belok dan juga belajar ngutik dengan benar.

Setelah satu tahun berlalu, saya merasa kok skill saya mengendarai motor tidak juga bertambah. Bahkan setiap kali naik motor saya merasa tegang, nggak bisa merasa santai. Setelah saya pikirkan, saya sampai pada kesimpulan bahwa ketegangan itu disebabkan karena saya merasa tidak bisa mengendalikan motor dengan baik.  

Pertanyaan berikutnya yang timbul di benak saya adalah: “Kenapa bisa begitu? Bukannya saya sudah mempelajari teknik “ngebut”, teknik “nikung”, teknik “ngerem” dan teknik “ngutik” sebisa mungkin? Kenapa saya merasa masih kurang, padahal saya sudah beli dan baca buku mengenai Riding Skill sampai sebanyak 3 buku, dan setiap hari saya berlatih?”. Ternyata jawabannya ada di jalan, tepatnya di kondisi lalu lintas :D 

Tinggal di Jakarta Timur dan berkantor di seputaran Semanggi berarti setiap pagi saya menempuh jarak kurang lebih 15 km untuk ke kantor, dan pulangnya juga sekitar 15 km. Waktu tempuh yang diperlukan dari atau ke kantor rata-rata 30 menit, yang artinya kecepatan rata-rata setiap hari sekitar 30 km per jam. Kalau lagi apes (jalanan sangat macet), bisa sampai 45 menit. Kalau lagi bener-bener apes bisa sampai 1 jam. Alhamdulillah, “bener-bener apes” ini sangat jarang, paling kalau Jakarta lagi banjir. 

Perjalanan 15 km tadi bisa dibagi menjadi 2 bagian: 
  1. Bagian yang lancar yang memungkinkan motor mencapai kecepatan minimal 60 km per jam (kadang bisa lebih), dan 
  2. Bagian yang macet, yang hanya memungkinkan motor merayap dengan kecepatan 10 km per jam.
Sayangnya, waktu yang saya habiskan di jalan yang macet ini jauh lebih banyak daripada yang lancar, kalau dibandingkan dari 30 menit, ya kira-kira 20 menit di kemacetaan dan macet dan 10 menit lancar. Waktu yang saya habiskan di bagian yang macet ternyata 2 kali lipat dari waktu yang saya habiskan di bagian yang lancar. Kalau lagi apes dan lalu lintas macet sekali, bisa-bisa saya menghabiskan 30 menit atau lebih di kemacetan. 

Masalah jarakpun demikian. Dari 15 kilometer tadi, mungkin lebih dari separuhnya macet. Alias lebih dari 7,5 km jalan macet.
Jadi, skill atau teknik yang saya pelajari seperti teknik ngerem kecepatan tinggi, nikung atau swerving ternyata jarang terpakai (dan tidak banyak terpakai) di jalan raya. Sebaliknya, skill mengendarai motor dengan perlahan yang nggak pernah saya latih, dan cenderung saya lupakan, ternyata sangat diperlukan di jalan raya.

Setelah menyadari hal tersebut, saya mulai melakukan observasi tentang bagaimana cara saya mengendarai motor (dan juga bagaimana orang lain mengendarai motor) di kemacetan, ketika motor bisa berjalan dengan kecepatan paling tinggi kurang dari 15 km per jam. 

Observasi ini saya lakukan di Jl Sultan Agung, yang selalu macet sampai Jl Tambak, kemudian dilanjutkan di jalan sebelum perempatan Matraman - Pramuka, terus berlanjut lagi di Jl Pramuka yang dulu sebelum underpass

Pramuka selesai, merupakan biang macet.
Kadang-kadang kalau saya ambil route lain, observasi saya lakukan di Jl Tendean yang amit-amit macetnya, terus setelah lewat Kuningan, dilanjutkan di Jl Casablanca yang setiap sore macetnya suaaangat panjang, biasanya sampai ke By Pass.


Hasil observasi saya ternyata mengecewakan, karena banyak kesalahan yang saya temukan:
  1. Kebiasaan memakai rem depan, ternyata SALAH kalau diterapkan ketika kita berjalan perlahan.
  2. Ketika jalan pelan, saya punya kebiasaan menurunkan dan menyeret kaki. Saya mengira bahwa menurunkan kaki ketika motor berjalan pelan akan membantu menjaga keseimbangan, perkiraan ini ternyata SALAH.
  3. Melihat ke bawah (ke bagian jalan tepat di depan ban depan motor kita) ketika motor berjalan pelan, teryata juga SALAH.
  4. Melihat ke motor di depan kita ketika jalan pelan, juga SALAH lagi. Oh ya, saya menyadari bahwa karena kebiasaan no 5 ini, kalau pengendara motor di depan saya menurunkan kaki untuk menjaga keseimbangan (yang SALAH), maka saya secara tidak sadar akan ikut menurunkan kaki juga.

Empat hal di atas merupakan kesalahan, karena:  
  1. Pemakaian rem depan.
    Memakai rem depan ketika jalan pelan ternyata mengganggu keseimbangan. Apalagi kalau posisi ban depan kita tidak lurus, atau kita sedang belok perlahan-lahan, memakai rem depan pasti akan membuat kita jatuh.
    Kalau nggak percaya, coba deh cari jalan yang sepi, kemudian cari putaran (U turn). Ketika berputar, coba pakai rem depan … jangan salahkan saya ya, kalau jatuh :P

  2. Menurunkan kaki ketika jalan pelan akan membantu keseimbangan.
    Kebiasaan dan asumsi ini salah karena ternyata menurunkan satu kaki ketika motor berjalan pelan sangat mengganggu keseimbangan. Ketika kaki kiri dan kanan kita taruh di atas foot peg kiri dan kanan, beban terbagi rata di antara foot peg kiri dan kanan. Tapi begitu satu kaki kita turunkan (yang merupakan kebiasaan banyak pengendara motor ketika motor jalan pelan di kemacetan) keseimbangan tadi tergangu karena beban jadi lebih banyak ke arah kaki kita turunkan.
    Selain itu, menurunkan satu kaki juga berbahaya karena kalau kita jatuh refleks kita adalah menahan motor dengan kaki. Kaki harus menahan beban berat badan sekaligus berat motor kita (apalagi moge yang beratnya bisa lebih dari 200 kilogram) dan resikonya bisa patah atau, yang sering terjadi, mata kaki terkilir. Wadauu …!

  3. Melihat ke bawah
    Ini juga ternyata salah, karena melihat ke bawah (baik ketika motor jalan pelan atau jalan cepat) sangat mengganggu keseimbangan. Ada pepatah yang bilang "Lihat ke arah mana kita akan menuju." Kalau mau ke depan, ya harus lihat ke depan. Kalau melihat ke bawah, pasti kita akan menuju ke bawah juga … alias jatuh.
    Ini juga boleh dicoba. Coba cari jalan yang sepi, terus kemudkan motor dengan pelan, lecepatan sekitar 10 km per jam. Kemudian lihat ke bawah, misalnya ke arah ban depan. Pasti secara otomatis keseimbangan kita terganggu, akibatnya kaki akan secara otomatis turun, atau kalau apes … ya jatuh. Sekali lagi, jangan salahkan saya ya kalau jatuh hehehe …!

  4. Melihat ke motor yang berada tepat di depan kita.
    Saya termasuk sering melakukan kesalahan ini. Ketika di tengah kemacetan dan motor jalan pelan, saya sering sekali melihat ke motor di depan saya, ini tidak salah kalau yang saya lihat bukan ban belakang atau spakbornya : Tapi masalahnya, saya melihat ke arah spakbor atau ban belakangnya.
    Tujuan saya adalah supaya saya nggak nabrak motor di depan saya, tapi karena posisi ban belakang atau spakbor motor tadi ada di bawah, akibatnya sama dengan kalau kita melihat ke bawah, yaitum keseimbangan terganggu dan tanpa sadar kaki turun yang akibatnya keseimbangan lebih terganggu lagi.
Setelah menyadari semua kesalahan yang saya lakukan tadi, saya segera melakukan perbaikan dan berlatih mengendarai motor secara perlahan-lahan. Saat ini, meskipun belum mahir sekali, skill saya mengendarai motor dengan pelan sudah lumayan dan jauh lebih baik daripada dulu.
Bagaimana teknik dan cara melatih skill mengendarai motor dengan pelan yang saya lakukan, akan saya ceritakan kita bahas di bagian kedua dari tulisan ini.

Salam,
Bob P. Sumitro, Sportster 883



   · Astra Honda Motor - Saftey Riding


0 comments:

Post a Comment

Please Notices! Write NAME (nick name) to make it easier to respond to comments that you write. Comments are rude, racist, and humiliation may not be passed and it will be deleted without warning ...